Kerap ia bersenandung dalam syahdu, tapi tak membuat hatinya menjadi beku. Suarapun begitu merdu, membuat semua terpaku padanya. Ia tidak suka menulis, tapi ia terpaksa menulis untuk mengutarakan setiap bisikan hatinya. Berikut kami dengan bangga mempersembahkan beberapa goresan penanya, Iful Rozi.
SALJU HITAM, karya Iful Rozi
Jika
pada waktu ini angin ingin berhembus
Bawa
saja salamku untuk para perintih yang seiring hilang
Ingat
saja, bahwa malam ini begitu henyak dan senyap
Para
pesohor mempunyai segenap kata dan akan segera diluapkan
Pemburu
tak jemu memberikan segelintir pijakan untuk mangsanya
Jika
pada waktu ini angin ingin berhembus
Aku
akan menunjuk suatu sudut yang tak lain pada setitik salju hitam
Ia
begitu pekat, gelap, sedih
Aku
ingat katanya yang dahulu
Sebelum
ia tinggalkan kehidupan kelam
Jika
pada waktu ini angin ingin berhembus
Salamku
akan sampai kepadanya
Dengan
sejuta dedaunan menghampiri dan terus melekat kepadanya
Kau
adalah salju hitam yang dulu sering ceriakan dunia
Namun
kau telah mati
Mati
meniti jalur untuk kehidupan selanjutnya.
Montasik,
Oktober 2013
PERAHU KERTAS, karya Iful Rozi
Di sudut benalu bernaung indah
Dalam sudut kayangan malam
menjelma menjadi pernak-pernik rinai
Dan tak berujung, hingga waktu
dini menyapa alam
Takkan bisa terlupa saat malam
kenang berselimutkan kelabu
Baik-baik saja di sana
Perahu kertas akan selalu
menunggu rinai itu kembali berdoa
Kembali rentan di sini dan terus
rentan
Malam akan terus kelabu
Takkan ada yang tahu
Karena perahu kertas telah pergi
Tinggal pujaan yang kini tak
berbekas dan menjadi kenang.
18 Agustus 2012.
SERIBU TAHUN SURAM, karya Iful Rozi
Hati
berdegub kencang memuncakkan warna dan janji-janji
Kau
berdiri sendiri pas di depanku layaknya tiap hari kau tetap di situ
Hingga
lagi dan lagi aku percaya aku akan terus berada berpas-pasan
Satu
ketika lagi, aku akan dekat, dan sangat dekat
Laksana
telah berlalu seribu tahun, aku mencintaimu
Beribu
tahun lamanya
Warna
dan janji yang lampau telah tampak suram
Seribu
tahun lagi jangan takut aku akan segera temukan langkahku untukmu
Seribu
tahun lagi
Malam
tak mampu tahankan waktu agar aku mengais-ngais singgasana lampau
Dan
ternyata semakin suram
Biar
seribu tahun yang akan datang semakin suram
Aku
masih melihatmu berdiri di depanku layaknya kau selalu berdiri di situ.
Montasik, Desember 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar