Orang-orang Bingung
Karya Muhammad Rifky
PT:
perempuan tua
MASUK
SEORANG PEREMPUAN TUA, DUDUK DI SEBELAH KANANNYA, AGAK BERJAUHAN SEKITAR SATU
SETENGAH METER. WAJAHNYA BIASA SAJA, TIDAK ADA BEBAN. HANYA ASIK
MENGGOSOK-GOSOK GIGINYA DENGAN RANUP.
ITU DILAKUKANNYA DENGAN PELAN-PELAN. LALU, OBE (LAKI-LAKI MUDA) MENYADARI
KEMUNCULAN PEREMPUAN TUA ITU. MELIHAT PELAN DENGAN TATAPAN BINGUNG, DAN SEPERTI
MENERKA-NERKA. SELANG BEBERAPA WAKTU KETIKA OBE MASIH BINGUNG MELIHAT PEREMPUAN
TUA DI SEBELAH KANANNYA, MASUK PEREMPUAN MUDA DUDUK DI SEBELAH KIRINYA,
JARAKNYA HANYA SEJENGKAL DARI OBE, NAMUN TIDAK BERSENTUH. PEREMPUAN MUDA ITU
BERPENAMPILAN GLAMOR. OBE MEMALINGKAN PANDANGNYA KE KIRI, KE ARAH PEREMPUAN
MUDA, DAN TERKEJUT.
Obe : hushh... hussh (dengan raut takut-takut-tidak,
menyuruh perempuan muda itu agar lebih menjauh dari sampingnya.)
PEREMPUAN ITU BERGESER AGAK LEBIH JARAK. OBE MENATAPNYA DENGAN TATAP BINGUNG, DAN SEPERTI MENERKA-NERKA, LALU TERKAANNYA HILANG. DI TERKA LAGI. HILANG LAGI.
OBE KEMBALI LAGI MELIHAT KE KANAN.
PEREMPUAN ITU BERGESER AGAK LEBIH JARAK. OBE MENATAPNYA DENGAN TATAP BINGUNG, DAN SEPERTI MENERKA-NERKA, LALU TERKAANNYA HILANG. DI TERKA LAGI. HILANG LAGI.
OBE KEMBALI LAGI MELIHAT KE KANAN.
Obe : sedang apa?
PT : duduk. Kenapa? Kamu sedang apa?
Obe : (terkejut, heran, dan dengan ragu-ragu menjawab)
ti... tidak kenapa-kenapa. A... aku juga duduk, eh.. sedang duduk. (sunyi) Ibuk
duduk ngapain?
PT : menunggu mati (dengan santai)
Obe : hah?? (makin terkejut). Mati kok ditunggu?
PT : suka-suka saya dong. (sunyi) Eh, mati adalah hal
yang pasti, bukan?
Obe : hah? Eh. iya iya. Pasti. Pasti.
PT : aku menunggu mati, berarti jelas, aku menunggu
kepastian. Apa salahnya aku menunggu kepastian?
Obe : hidih... (tidak berterima, lalu berubah raut
menjadi berterima). Eh... iya juga ya...
MELIHAT
KE KIRI, DAN DENGAN RAGU-RAGU BERTANYA.
Obe : kamu ngapain?
PM : tidak ngapa-ngapain. Kamu ngapain?
Obe : hah? Duduk... eh, tidak ngapa-ngapain juga.
(sunyi) Kamu tidak ngapa-ngapain, lalu ngapain?
PM : mejeng-mejeng aja. Masalah buat lo? (tersenyum
sinis).
Obe : eng... eng...
PM : eng... eng... apa eng?
Obe : enggak... enggak masalah. (sunyi)
PM : penampilan kamu aneh, necis bukan, urak-urakan
juga tidak. Apa maksudnya itu?
Obe : suka-suka saya dong.
PM : berani? Hah? beraaani? (marah dan geram)
Obe : aikk. Tidak tidak. Eum... ssa...sa...saya...
(mulai lesu) saya korban takdir zaman.
PM : (tertawa).
TIBA-TIBA
SESEORANG, IBU-IBU, PENAMPILANNYA BIASA SAJA, TAPI NAMPAK SEPERTI RAKUS, SUKA
MAKAN UANG HARAM, DIA BARU PULANG KERJA, LEWAT DARI SEBELAH KIRI. MELIHAT KE MATA
OBE. TERUS MELIHAT , SAMPAI DIA
BERHENTI KETIKA OBE MENGELUARKAN
SUARA. TATAPANNYA SEPERTI MENANTANG. PM MASIH
TERTAWA GELI, TAPI DENGAN SUARA YANG KECIL.
Obe : apa? (menggertak, tapi ragu pula)
Ibu-ibu : apa? Apa? (mata melotot tak senang)
Obe : apanya yang apa? Ini mau? (menggertak dengan
menunjukkan tinjunya. Tetap dengan ragu-ragu)
Ibu-ibu : eeeeeeeh kamu! (membuka sepatu dan hendak memukul
ke bahu OBE).
Obe : aaaauuu. Au.. au. Ampun ampun. Jangan-jangan
(muka terbodoh-bodoh dan gondok)
IBU-IBU
ITU TERUS SAJA LEWAT.
KETIKA
OBE BERBALIK HENDAK DUDUK LAGI DI
TEMPATNYA SEMULA, TIGA ORANG ANAK MUDA LEWAT, DENGAN PAKAIAN GAYA MUTAKHIR.
PR1, PR2, PR3 : hahahahah... (tertawa centil ketika masuk
panggung, lalu berjalan pelan-pelan sampai akhirnya berhenti di tengah
panggung)
PR2 : eh... eh... ni lihat gelang aku, ini asli
singapure. Aa, lihat warnanya, putih ke-emas-emasan. Hollywood pakek ni.
PR1 : o iya? Suami aku juga baru pulang dari luar
negri, London. Dia kasih aku oleh-oleh ini (sambil nunjukin sepatunya). Emang
nampaknya biasa aja, tapi tengok haknya, magnet lho, jeng. Bisa nyatu dengan
lantai semen, keramik, juga besi. Ini bikin kita gak mudah terpelekok kalau
lagi jalan, tapi ini tetap mudah dan nyaman untuk jalan (dengan sombong
memamerkan).
PR3 : waaah, tasku korea punya barang ni. Ini desain
minimalis, tapi tetap mahal lho, harganya masih di atas rata-rata harga
indonesia, 15 jeti. Tapi ini Cuma muat handphone, eh android maksudku, terus
make up, sama dompet aja.
Obe : (menyimak pembicaraan mereka dengan heran dari
tadi) hei... Nih baju saya, Bandunge punya barang. Gitu aja dibanggain. Eh. Aku
mau mati ni. Kain kafan yang dari Singapure ada gak? Atau dari Korea, London?
Ada? Ada? (mengejek).
PR2 : eh sirik aja. Yok yok kita pergi, ada orang sirik
di sini (menarik teman-temannya pergi).
PR1 dan PR3
: yok yok... gak asik banget di sini. (melihat jijik ke arah Obe)
Obe : huuuu, dasar anak muda sekarang, anak muda
bingung! Taunya beli-beli aja, tidak mau tau-menau untuk memproduksi dan
menghasilkan. Katanya, ‘gue cinta indonesia, gue bangga menjadi orang Indonesia
juga dengan produknya itu’ (meniru kata-kata). Apaan? Bullshit! eh, omong
kosong.
PEREMPUAN
TUA YANG DUDUK DI SEBELAH KANANNYA TADI LALU MENGELUARKAN SUARA.
PT : anak muda, kau korban takdir zaman?
Obe : hah? (linglung, mencari arah suara)
PT : hey, kau korban takdir zaman? Apa yang telah
menimpamu?
Obe : iya, kira-kira begitu.
PT : apa yang telah menimpamu? (kesal pertanyaannya
tak dijawab)
Obe : oh... euum. Saya hidup di zaman ini, zaman
merdeka ini. Aku bekerja di kantor swasta yang mengelola hasil alam. Dua pekan
yang lalu, istriku mati, anak perempuanku juga begitu. Malam sebelum mereka
mati, aku lembur di kantor. Malam itu pula, sekelompok orang datang kerumahku,
aku tidak tau siapa mereka, yang jelas mereka sempat menelponku, dan meminta
bayaran atas keamanan. Keamanan apanya, kataku, dari pihak mana kalian? Katanya
lagi, mereka menjaga keamanan untuk hidup di zaman ini. Mereka pikir aku sudah
hidup aman, apa? Toh mereka juga kan yang membuat rusuh, membunuh istri dan
anak perempuanku sebab aku telah berani menantang mereka atas dasar membela
diri.
PT : malang sekali nasibmu.
PM : iya, kasihan (santai dan cuek saja)
PT : lalu, kamu di sini menunggu siapa?
(sunyi)
Obe : hari ini hari apa?
PT : hari...(mikir)
PM : hari jum’at. (dengan cekatan)
Obe : kemarin kamis?
PM : iya begok, besok sabtu. (kesal, semacam jijik)
Obe : oh... ya ampun, aku lupa. Hari ini kan truck
sampah tidak lewat.
PT : kamu menunggu truck sampah?
Obe : tidak, eh... iya. Aku pikir, aku sudah terlanjur
menjadi korban zaman. Aku ingin mati saja di lindas kendaraan zaman, milik
pemerintah pula. Biarlah begitu. Biar puas saja. Aku pikir sudah tidak ada guna
lagi aku hidup. Aku melayani orang-orang, tapi orang-orang zaman, malah
menikamku dari depan dan belakang. Apa gunanya?
PT : tenanglah anak muda, hidup hanya perlu dinikmati,
santai. Lihat aku. Tenang, tiada apa yang kupikirkan, kecuali mati, dan
mempersiapkan sesuatu menuju mati. Kau malah hendak mempersiapkan mati untuk
sesuatu.
Obe : menikmati apa? Apa lagi yang harus kunikmati?
Menikmati sakit? Sampai kapan?
PM : sampai kau mati (tertawa). eh... kita pergi
sekarang? (teman yang dia tunggu datang, lalu mereka pergi)
Kawan PM : iya, ayok. Om-om di lorong sana udah ngantri tu.
Obe : eh, perempuan gila, (bangun dan mau menampar)
sekali lagi kau potong dan tertawakan omongan aku. (mengangkat tangan dan belum
sempat menampar perempuan muda itu berdiri dan menantang dengan mata menatap
tajam ke muka Obe. Obe tidak jadi menampar dan menurunkan tangannya
pelan-pelan)
Kawan PM : siapa dia, Lon?
PM : orang gila hari ini (tertawa).
Kawan PM : hah? (ikut tertawa). Yasudah ayo kita pergi,
orang gila jangan terlalu dihiraukan. (menarik tangan PM, lalu mereka pergi ke
utara (wing kanan)).
Obe : (menahan marah. Berteriak dari kejauhan) heiii,
perempuan-perempuan gila, kau yang gila. dasar! Orang gila, teriak gila!
PEREMPUAN
TUA DI SAMPING KANAN OBE TIBA-TIBA
AYAN. DAN SEPERTI SAKARATUL MAUT. OBE
HANYA MENATAP BINGUNG, MEMPERHATIKAN, DIA TIDAK RESPON APA-APA, KECUALI
BINGUNG. TIBA-TIBA PEREMPUAN TUA BENAR-BENAR MENEMUI AJALNYA, DAN OBE BARU TERKEJUT. DIA MULAI AGAK PANIK
DAN MAU MENCOBA MENGANGKAT, TAPI RAGU-RAGU MENYENTUHNYA. SAMPAI PEREMPUAN TUA
ITU BANGUN SENDIRI (HIDUP KEMBALI TIBA-TIBA). OBE TERKEJUT. PEREMPUAN TUA
DENGAN RAUT TANPA BERSALAH BERJALAN KELUAR PANGGUNG. OBE MENGHADANGNYA, DIA
TIDAK BERANI MENARIK ATAU MENYENTUH PEREMPUAN TUA ITU.
Obe : kau mau ke mana? Kenapa kau menakutiku dengan
berpura-pura mati? (kesal)
PT : aku tidak menakutimu, juga tidak berpura-pura
mati.
Obe : lalu itu tadi apa? Ayan, dan tidak sadarkan diri
seperti mati, kemudian bangun lagi.
PT : ya mati.
Obe : haa? Mati kenapa begitu?
PT : mungkin karena terlalu besar harapanku untuk
mati, atau mungkin terlalu lama sudah aku menunggu mati, maka Diberikanlah
mati. Karena mungkin belum benar-benar itu ajalku, maka aku bangun kembali.
Obe : apa itu sakit?
PT : entahlah. Sebelumnya aku seperti diangkat ke
udara. Lalu gedebuk, jatuh dan aku
tidak sadarkan diri. (tiba-tiba dia jatuh lagi dan tidak sadarkan diri)
Obe : tu kan, mati lagi. Tolong-tolong, ada yang mati.
Tolooooong. Seseorang, tolonglah. Di sini ada yang mati. Tolooooong. Matiiiiii.
Ada orang tua mati. Tolooooong. (berlari ke sana kemari)
PT : (bangun tanpa diketahui Obe) hei siapa yang mati?
(bingung)
Obe : kau yang mati. Kenapa kau mati lagi?
PEREMPUAN
TUA TIDAK MENGHIRAUKAN, DIA BANGUN DAN TERUS BERJALAN KE SELATAN (WING KIRI).
Obe : Heiii, mau ke mana kau?
PT : aku mau pulang (seperti menaham sakit)
Obe : hah? pulang kemana?
PT : pulang ke asal (santai, dan masih seperti menahan
sakit).
Obe : itu barusan mati lagi? Kau kenapa sih?
PT : iya itu mati lagi, kayaknya, mungkin benar itu
mati. Hanya ada satu cara kita hidup, namun ada banyak cara untuk kita mati.
(santai). Ini cara matiku, bagaimana cara matimu? (berjalan keluar lalu
berbalik lagi) oh, hei anak muda, kau beruntung, kau tau? Mendapati masalah,
sulit mencari jalan keluar dari masalah, itu lebih baik dari pada duduk diam
tidak tau apa permasalahan. (lalu terus berjalan sempoyongan keluar panggung,
dan sesekali seperti kambuh ayannya, jatuh, bangun lagi, sampai keluar panggung)
SUNYI,
OBE BERDIRI TEGANG DAN BINGUNG, MATANYA MENGIKUTI JALANNYA PEREMPUAN TUA ITU
SAMBIL BERPIKIR, NAFASNYA NGOS-NGOSAN. MUNGKIN MENYERAH UNTUK MENCARI TAU
KENAPA ADA ORANG MATI LALU HIDUP LAGI, DAN MATI LAGI, HIDUP LAGI.
Obe : aaaaaaaaaaaaaa (spontan memecah sunyi), aku
bingung. Apa urusannya ini? Apa yang terjadi hari ini? Apa aku masih nekat
untuk mati. (bicara sendiri). Tapi...tapi. nanti takut hidup lagi, dan mati
lagi, hidup lagi. Aaaaaaaarggh, dan itu sangat sakit. Sakit sekali. Kalau sudah
begini, aku harus apa? Lari? Lari kemana? Orang-orang dalam bingung, zaman ini
zaman bingung. Lihatlah orang-orang, berhayal ke sana-sini, suka ikut-ikutan,
tidak mau tau dan tidak mau peduli tentang sekitar, menghebat-hebatkan diri
sendiri, sombong, pongah terhadap karya yang dibuatnya dan selalu mengharap
pujian, apaan? Nanti mati juga. Lalu hidup lagi seperti perempuan tua tadi itu.
Kayak di neraka aja. Aaaaaaaaaaaa aku takut sekali.
LAMPU
PADAM.
Habis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar